APPKSI – Pesta demokrasi Indonesia semakin panas. Setidaknya sudah ada empat tokoh bakal calon presiden yang diusung oleh partai politik secara resmi, yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, serta Airlangga Hartarto yang sudah ditetapkan oleh partai Golkar sebagai Capres di pilpres 2024 dan penetapan parpol peserta pemilu 2024.
Sangat menarik bagi Jaringan Jurnalis Indonesia (JJI) untuk meneliti sejauh mana reaksi dan preferensi masyarakat terhadap tokoh bakal capres dan parpol yang akan jadi pilihan mereka nanti.
Jaringan Jurnalis Indonesia (JJI) kembali melakukan jajak pendapat tentang keinginan masyarakat terkait sosok yang presiden di masa mendatang dengan tema “Potret Suara Masyarakat Jelang Pemilu 2024”.
Survei JJI dilakukan mulai 8-21 Juni 2023 dengan jumlah sample 2280 warga negara Indonesia yang sudah memiliki hak pilih saat pemilu 2024. Mereka tersebar di 488 kabupaten dan kota secara proposional sesuai dengan besaran komposisi DPT pemilu 2019. Hasil survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95% dan batas margin of error -/+2,05.
Dari hasil penelitian ini, didapati bahwa jumlah responden yang pernah memberikan hak pilih pada pemilu lalu sebanyak 60,7 persen, dan yang baru akan memberikan hak pilihnya pada pemilu 2024 sebanyak 39,3 persen.
Koordinator JJI, Agusta Irawan, mengatakan bahwa Pilpres 2024 menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk mengukur preferensi pilihan politik publik. Dalam penelitian ini, objek penelitian hanya terfokus pada tokoh bakal capres yang sangat mungkin maju sebagai capres pada pilpres 2024, yaitu Airlangga Hartarto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto, serta partai politik yang ada di DPR RI saat ini.
Agusta menyatakan bahwa mayoritas responden, sebanyak 90,8 persen, menginginkan sosok capres dan cawapres yang mampu menerapkan kebijakan pro-stabilitas, pro-pekerjaan, dan pro-lingkungan.
Dalam hal kriteria kemampuan seorang presiden yang diinginkan oleh masyarakat, sebanyak 91,7 persen menginginkan presiden yang mampu dan berpengalaman dalam mengelola perekonomian nasional sehingga berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat sebesar 80,9 persen.
“Masyarakat menginginkan presiden yang berani dan memiliki keberanian untuk tidak mudah ditekan oleh para pemilik modal atau negara asing yang sering merugikan masyarakat. Sebanyak 89,8 persen masyarakat menginginkan presiden yang tidak mendukung tenaga kerja asing yang tidak terampil, seperti masuknya TKA China di sektor pertambangan dan lain-lain,” kata Agusta dalam keterangan tertulis pada Minggu (24/6/2023).
Pada survei ini, terlihat bahwa masyarakat memiliki keinginan yang kuat terhadap sosok calon presiden dan partai politik yang mampu menerapkan kebijakan pro stabilitas, pro lapangan kerja, dan pro lingkungan. Mayoritas responden, sebanyak 90,8%, menginginkan seorang presiden yang dapat menjalankan kebijakan tersebut.
Selain itu, kriteria kemampuan seorang presiden juga menjadi perhatian masyarakat. Sebanyak 91,7% responden menginginkan seorang presiden yang memiliki pengalaman dalam mengelola perekonomian nasional sehingga dapat berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat sebanyak 80,9%. Masyarakat juga mengharapkan seorang presiden yang berani, memiliki nyali, dan tidak mudah ditekan oleh pemilik modal atau negara asing yang merugikan masyarakat, dengan 89,8% responden mendukung hal tersebut. Selain itu, 89,8% masyarakat juga tidak mendukung kehadiran tenaga kerja asing yang tidak terampil, seperti yang terjadi dengan masuknya TKA China di sektor pertambangan dan sektor lainnya.
Dalam hal elektabilitas calon presiden, survei menunjukkan bahwa jika pemilihan presiden dilakukan saat ini, sebanyak 34,8% responden memilih Airlangga Hartarto, 29,2% memilih Prabowo Subianto, 18,7% memilih Ganjar Pranowo, dan 7,8% memilih Anies Baswedan. Sementara itu, sebanyak 9,5% responden belum menentukan pilihan.
Berdasarkan hasil penelitian, jika pemilihan umum dilakukan saat ini, partai Golkar akan mendapatkan dukungan sebanyak 19,7% responden, diikuti oleh Gerindra dengan 18,3%, PDIP dengan 12,4%, PKB dengan 7,1%, Demokrat dengan 6,2%, PKS dengan 5,8%, Perindo dengan 4,7%, PPP dengan 3,8%, Nasdem dengan 3,2%, PSI dengan 2,1%, PAN dengan 1,9%, dan gabungan partai politik lainnya dengan 4,4%. Sebanyak 10,4% responden menyatakan tidak memilih.
Dalam hal calon wakil presiden yang diinginkan, Puan Maharani mendapatkan dukungan terbanyak dengan 20,2%, diikuti oleh Iriana Jokowi dengan 16,3%, Sandiaga Uno dengan 10,1%, Gatot Nurmantyo dengan 8,8%, Andika Perkasa (mantan Panglima TNI) dengan 8,2%, dan Erick Thohir (Menteri BUMN) dengan 5,8%.
Survei juga menunjukkan bahwa kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Maruf Amin berada pada tingkat yang cukup tinggi. Dalam bidang perekonomian, kepuasan mencapai 89,3%, sementara dalam bidang kesejahteraan sosial, kepuasan mencapai 71,8%. Bidang hukum dan keamanan mendapatkan kepuasan sebesar 80,2%, sedangkan Bidang infrastruktur mendapatkan kepuasan sebesar 85,5%, dan bidang lingkungan hidup mendapatkan kepuasan sebesar 77,6%.
Meskipun kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-Maruf Amin cukup tinggi, survei juga mencatat beberapa isu yang menjadi perhatian masyarakat. Salah satu isu yang paling menonjol adalah korupsi. Sebanyak 76,4% responden menyatakan bahwa pemerintah harus lebih keras dalam memberantas korupsi, dan 81,2% responden menginginkan adanya peningkatan transparansi dalam penggunaan anggaran negara.
Isu lain yang menjadi perhatian adalah pendidikan. Sebanyak 68,9% responden berpendapat bahwa pemerintah perlu melakukan reformasi dalam sistem pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Isu lingkungan juga menjadi perhatian, dengan 72,3% responden menyatakan pentingnya upaya perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Survei ini memberikan gambaran tentang preferensi dan kekhawatiran masyarakat terkait dengan calon presiden, partai politik, kinerja pemerintah, dan isu-isu penting di Indonesia. Namun, perlu diingat bahwa hasil survei ini hanya mencerminkan pendapat responden yang terlibat dalam penelitian tersebut dan tidak menggambarkan preferensi atau pandangan seluruh masyarakat Indonesia secara keseluruhan.