Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) menilai bea keluar ekspor CPO sebesar 288 dolar AS, yang masih membebani petani harus dicabut karena akibat bea keluar yang terlalu tinggi harga TBS (tandan buah sawit) belum menampakan kenaikan yang signifikan.
“Sebab harga ekspor CPO saat ini juga menurun jauh dibandingkan sebelum ada pelarangan ekspor CPO oleh pemerintah,” kata Ketua APPKSI, MA Muhamadyah dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 26 Juli 2022.
Dia menuturkan, saat ini terjadi penurunan harga CPO disebabkan harga minyak nabati dunia yang turun, karena ada kenaikan pasokan dan setelah pemerintah membukan kran ekspor CPO kembaki setelah larangan ekspor dibuka, juga membuat penurunan harga CPO di dunia.
“Trigonometri mencatat, harga CPO dunia pada perdagangan Selasa (19/7/2022, pukul 14.37 WIB) turun ke MYR 3.858 per ton, setelah sempat menguat ke atas MYR 3.950 pada 18 Juli 2022. Akhir pekan lalu, harga CPO sempat sentuh level terendah setahun ke kisaran MYR 3.500 per ton,” ungkapnya.
Dia menegaskan jika Bea Keluar Ekspor CPO Harus di Cabut Karena membebani Harga TBS Petani, dimana saat ini harga CPO dikisaran 1185 US Dollar/Metrik Ton dan dibebani bea ekspor sebesar 288 US dollar/metrik ton atau bea ekspor CPO dikenakan sebesar 24,4 persen dari harga, dan Importir tentu saja tidak mau dibebani bea ekspor dan bea keluar ekspor ditanggung eksportir CPO.
“Dan oleh PKS 24,4 persen bea keluar ekspor CPO dibebankan pada harga TBS petani oleh Perusahaan Pabrik Kelapa sawit,” ucapnnya.
Jadi walau Levy atau pungutan ekspor CPO yang selama ini untuk mensubsidi oligarki industri biodiesel dan petani sendiri tidak pernah menikamati dan pungutan ekspor CPO sudah 0 persen hingga bulan Agustus, tidak memberikan dampak pada kenaikan harga TBS yang signifikan, karena masih dibebani dengan bea keluar ekspor CPO yang sangat tinggi.
“Karena itu APPKSI meminta presiden Jokowi untuk mencabut bea ekspor CPO, atau menurunkan menjadi kisaran 10 sd 50 US dollar permetrik ton, agar harga TBS petani bisa meningkat secara signifikan,” paparnya.
“Sehingga dengan demikian bisa meningkatkan daya beli petani sawit yang akhir berdampak pada tingkat kesejahteraan petani, dan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja baru disektor industri sawit dan sektor ekonomi lainnya,” tutup muhamdyah.